Pelantikan

Pelantikan
Serah Terima Jabatan Ketua Umum HMI Cabang Pandeglang

Rabu, 02 Juni 2010

TERPEDAYANYA HAK ASASI MANUSIA DI PALESTINA

Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna, dan salah satu yang dapat dibandingkannya dengan makhluk ciptaan tuhan yang lain yaitu manusia diberikannya akal dan menjadi suatu kehormatan baginya. Dengan kemampuan akal dan ketajaman nuraninya, manusia dipercaya tuhan untuk dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, dapat membedakan mana yang salha dan mana yang benar, mana yang melanggar hak asasi dan mana yang tidak. Kemudian asasi yang dimiliki manusia itu, kita sebut dengan hak asasi manusia atau disingkat HAM.
HAM atau ( Human Rights ) dirumuskan dalam UUD 1945 serta terperinci dalam batang tubuh UUD 1945, yang merupakan hukum dasar konstitusional dan sangat fundamental tentang falsafah serta pedoman hidup bangsa dan Negara RI.
HAM atau ( Human Rights ) termaktub dalam Rumusan pasal 1 undang-undang nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan setiap manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang maha esa dan merupakan anugerah_Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Beberapa tonggak pengakuan HAM atau ( Human Rights ) diantaranya :
a. Piagam madinah yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW, pada tahun 622 Masehi. Tentang jaminan persamaan dan persatuan dimana ada 13 kelompok komunitas yang secara eksplisit disebut dalam teks piagam.
b. Magna Charta di inggris tahun 1215 Masehi dilengkapi oleh dokumen Bill of Rights ( Equality before of the law ) yang mendorong timbulnya Negara demokrasi pada tahun 1689 Masehi.
c. The American Declaration of Independence pada tahun 1776, lalu terjadi Revolusi Amerika yang besar pengaruhnya terhadap HAM lalu melahirkan The Virginia Bill of rights.
d. Declaration Des droits I’ Hommest et du Citoyen, pada tahun 1789, lalu timbul revolusi perancis yang bertujuan membebaskan warga Negara Perancis dari kekangan kekuasaan raja Louis XVI yang selanjutnya melahirkan konsep dasar the rule of law.

Dalam beberapa tonggak tentang HAM diatas sudah jelas bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia dan wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dilindungi oleh Negara Hukum, Pemerintahan dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Akan tetapi, pada saat ini apa yang terjadi terhadap saudara muslim kita yang berada di Palestina, mereka tidak mendapatkan asasi tersebut, Zionist Israel yang melakukan tindak kekerasan dan semena-mena melanggar HAM serta melakukan pengisolasian Jalur Gaza akan warganya. Lihat beberapa waktu yang lalu, agresi militer Israel yang telah jelas-jelas melanggar Hak Asasi Manusia. Ratusan orang meninggal, mayat bertebaran, mesjid dan rumah-rumah yang dibakar. . dan saat ini, agresi militer di Israel telah melakukan pelanggaran pula, seperti yang terjadi diperairan internasional terhadap terjadi penembakan 682 aktivist islam yang akan memberikan bantuan kemanusiaan terhadap warga palestina yang telah di isolir oleh campur tangan Israel. Namun naas, saat ini mereka sedang ditahan di yordania oleh agresi militer disana. . Sungguh perbuatan yang dilakukan oleh Israel itu telah melanggar tindak Hak asasi manusia. Sebagai umat yang peduli terhadap sesamanya, kami turut berdo’a agar para korban keterpedayaan itu diberikan ketabahan dan kekuatan. Dan terkutuk lah kaum Zionist tersebut.

Minggu, 02 Mei 2010

JADILAH MANIFESTASI YANG SEMPURNA

“Nabi Muhammad itu insan kamil, manifestasi sempurna Tuhan. Jika kita diharuskan menghormati dan menyayangi sesama makhluk Tuhan, maka penghinaan terhadap sosok yang satu ini artinya sikap yang sudah kelewatan.” Pernyataan tegas tersebut keluar dari mulut Astrid Darmawan, model kondang di era 85-95, yang mengaku glamornya dunia model tidak pernah memuaskan batinnya. Omongan ini terlontar saat ia diminta tanggapan tentang kartun Nabi Muhammad saw di media Denmark beberapa waktu lalu, yang menurutnya sangat menyakiti dan melukai perasaan umat Islam.
Kekosongan batin dan refleksi atas berbagai peristiwa keduniaan mengantarkannya untuk lebih mendalami agama. Berbagai pengajian dia datangi sebagai buah konkret keseriusannya. Tidak sekadar mendalami, perempuan kelahiran 39 tahun lalu itu juga mengajak dan menyemangati kalangan dekatnya untuk lebih intens mengkaji agama, terutama kajian-kajian esoterisme.

Dari Ordo Meister Eckhart
Astrid besar dalam keluarga dengan tradisi agama yang berbeda: Islam dari garis sang ayah dan Katolik dari jalur sang ibu. Pendidikan formal dia tempuh di sekolah-sekolah Katolik, sementara di rumah pendidikan agamanya adalah Islam. Mengikuti ritus umum Katolik adalah bagian dari kurikulum formalnya. Meskipun siswa non-Katolik tidak diperkenankan mengikuti oikoumene, Astrid tetap harus mengikuti misa. “Tapi saya tidak merasa dikatolikkan meskipun sungguh-sungguh berdoa di Gereja,” lanjutnya.
Sekolah Katolik tempat Astrid belajar mengikuti Ordo Asisi, yang tidak mengakui perwakilan tunggal Paus sebagai wakil dalam hubungan antara hamba dengan Tuhan. Tokoh terkenal ordo ini adalah Meister Eckhart, mistikus Nasrani yang wafat diinkuisisi karena opini dan sikapnya yang berseberangan dengan Gereja arus utama. Sebagian keyakinan ordo ini yang dinilai sesat adalah bahwa Yesus bukan Tuhan melainkan messenger semata dan perempuan boleh menjadi pemimpin lembaga keagamaan.
Tiap dua minggu sekali, biasanya beberapa pastur Belanda dari Gereja Paroki terdekat berkunjung ke rumah orangtua Astrid. Isi obrolan mereka biasa saja, tidak sedikit pun mengajak untuk konversi agama, apalagi menjelek-jelekkan agama dan keyakinan orang lain. Astrid terkesan dengan kepribadian dan kesederhanaan mereka. “Di zaman ketika orang sudah biasa memakai mobil, mereka masih naik sepeda kumbang. Itu yang membuat simpatik. Namun anehnya, saya tidak tertarik sedikit pun dengan Katolik,” ungkapnya.
Pengalamannya dengan Islam bukan sama sekali tidak ada. Tiap hari Minggu, seorang guru mengaji didatangkan khusus ke rumahnya. Tiap bulan, ada pengajian yang bergiliran dari rumah ke rumah di kompleksnya di bilangan Kemang. Selain itu, tiap shubuh, maghrib, dan isya ia selalu menunaikan salat berjamaah bersama sang ayah, Brigjen Dr. Hariadi Darmawan, aktivis 66 dan mantan ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI).

Bosan dengan Eksoterisme
Pengalaman spiritual telah dialaminya sejak kecil. Sejak dulu, dia meyakini Yesus dan Bunda Maria sebagai Muslim. Meskipun ritual di sekolah kental dengan nuansa Katolik, dia tetap menjalankan ritus-ritus Islam di rumah. “Saya sering berbicara dengan patung Yesus dan Bunda Maria, seperti kita salat menghadap kiblat,” tutur perempuan berdarah Sunda-Belanda-Jawa ini. Tidak heran, pengalaman ruhani pertamanya justru adalah mengenal Yesus dan Bunda Maria sebagai figur spiritual.
Astrid mulai mengenal Islam lebih intens saat mengikuti pengajian tiap Kamis malam. Namun, sayangnya sang ustad jarang sekali mengisahkan Rasulullah saw. “Lebih sering cerita dogma. Jarang cerita Rasul sebagai pribadi. Ini aneh. Padahal, di Katolik saya selalu mendapatkan banyak cerita tentang kebaikan Yesus dan kemuliaan Bunda Maria,” kritiknya.
Selain itu, banyak isi ceramah para ustad itu yang justru merendah-rendahkan agama lain dan menafikan kelompok lain. Sejak saat itu, dia sudah bertanya, kalaulah memang agama kebenaran, mengapakah Islam harus menghujat agama dan keyakinan yang lain? Karena bosan dengan isi ceramah yang itu-itu saja, dia tidak datang lagi ke pengajian tersebut.

Meraih Esoterisme Melalui Beshara
Dalam proses mencari guru agama yang lebih rasional, dia mendengar kabar dari sepupunya di Belanda tentang Beshara, sebuah lembaga pendidikan esoterisme. “Di Barat, Islam kurang diminati kecuali wilayah esoterisnya. Orang-orang sudah apriori dengan Islam eksoterik,” ujarnya. Selain karena pemahaman dangkal orang Islam, dia menduga ini juga disebabkan pencitraan negatif yang sistematis. Yang kuat dikaji di Beshara adalah karya-karya Ibn Arabi.
Sebelum intens di Beshara, dapat dikatakan kehidupannya kental dengan urusan duniawi. “Bayangkan, tiap hari pikiran saya hanya mencari uang, kerja di kantor, pulang ke rumah untuk makan, tidur, dan kerja lagi. Begitu terus setiap hari,” keluhnya. Rutinitas yang kesannya wah ini membuatnya sampai pada titik jenuh. “Hampa. Tidak jelas apa yang kita cari.”
Perenungan yang mendalam kemudian membuatnya memutuskan untuk lebih serius mengkaji hal-hal yang transenden. “Banyak teman yang kaget, tidak menyangka bahwa saya bisa membuang semua kehidupan seperti itu,” ungkap Astrid seraya menggambarkan respon yang dia terima dari lingkungan terdekatnya.
Di Beshara, dia mengikuti berbagai kegiatan sejak 2001 hingga 2006. “Papa, mama, om, sepupu, sudah terlebih dulu ikut Beshara.” Kajian Ibn Arabi yang diikutinya dipandu dua orang pendidik Beshara asal Skotlandia. Pertemuan ini diadakan tiap tahun, dalam bentuk retreat. “Di sana, tidak boleh ada telepon, televisi, dan sarana komunikasi dengan dunia luar. Kita benar-benar berkhalwat,” kenangnya. Kemudian dia mengutip Ibn Arabi, “Hanya yang benar-benar merindukan Allah dan tidak peduli kepada sesuatu yang lainlah orang yang akan selamat.”
Selain di Beshara, hampir pada saat yang sama Astrid juga mengikuti secara intens pelatihan meditasi di Brahma Kumaris, sebuah komunitas spiritual lintas agama. “Saya ingin memahami inner strengths and values.” Dia melihat tempat itu “Committed to spiritual growth and personal transformation, believing them essential in creating a peaceful and just world.”
Di Beshara, semua peserta mempunyai pengalaman batin masing-masing. Semua peserta merasakan Allah itu ada dan nyata. Mereka menganggap ‘hubungan intim’ dengan Pencipta kita sebagai fitrah manusia. Hidayah datang dengan sendirinya. Astrid mengutip Ibn Arabi, “Engkau tidak akan mengalami kemajuan apa pun kecuali jika perpindahanmu dari pengetahuan menuju penglihatan batin dan bentuk adalah satu.”
Di Beshara, peserta diwajibkan menjaga wudu dan tafakur selama 30 menit sebelum proses pembelajaran. “Itu adalah adab belajar yang baik, selain kerendahan hati dalam mencari ilmu. Sayangnya praktik bersuci sebelum mengkaji ini jarang saya dapatkan dari pengajian ustad-ustad Islam di Indonesia. Mereka tidak menganjurkan apalagi menyuruh kita menyucikan diri melalui wudu,” tutur ibu dua anak ini.

Mendekati Ahlulbait dari Perenialisme
Lewat berbagai pengajian dan pengkajian, dia pun melabuhkan hatinya kepada mazhab Ahlulbait as, nama lain dari mazhab Ja’fary atau Syiah 12 Imam. “Apabila kita mau sedikit berpikir terbuka, merendahkan hati, dan memasrahkan diri untuk menerima kebenaran, niscaya orang akan tahu dan menerima mazhab ini,” terangnya.
Perkenalannya dengan Ahlulbait as dimulai menjelang musim haji 2005, saat dia membaca buku-buku Ahlulbait, terutama Telaah 40 Hadis karya Imam Khomeini, Fathimah az-Zahra karya Ayatullah Ibrahim Amini, dan Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilanganku dari Imam Ali as.
Karena isi buku-buku itu membuatnya begitu tertarik, dia mulai berburu pengajian-pengajian Ahlulbait di Jakarta. Peringatan Asyura 2006 di Islamic Cultural Center (ICC) adalah hari besar Ahlulbait pertama yang dihadirinya. Sejak itu, dia intens mengikuti pengajian di Pusaka Hati dan Az-Zahra.
Awalnya, dia mempunyai kesulitan dalam memahami figur dalam Islam. “Anda bisa memaklumi posisi saya yang kuat dengan tradisi Katolik, dan saat itu saya tidak menemukan tokoh yang kuat di dalam lingkungan Islam. Dengan pengalaman saya sebelumnya pun, Nabi Muhammad saw tidak dijadikan tokoh sentral dalam kehidupan kita,” papar kakak Sarah Darmawan ini.
Jika demikian, baginya, adalah wajar apabila terjadi pemfiguran tokoh-tokoh tasawuf melalui mursyid-mursyid yang selalu bercerita tentang kemuliaan akhlak mereka. Padahal, jika ditelaah lebih jauh, tiadalah yang paripurna kecuali Rasulullah saw dan keluarganya yang suci. Kehadiran keluarga Rasulullah saw selalu ada dalam tradisi mistis Islam tetapi mengapa kabar tentang mereka ‘tidak terdengar’. Mengapa ini bisa terjadi? “Ini adalah pekerjaan rumah bagi kita semua,” tandasnya.
Bahkan, lewat kajiannya terhadap pemikiran dan pengalaman spiritual Ibn Arabi, Astrid yakin bahwa Syekh Akbar tasawuf ini adalah penganut Syiah. Begitu pula tokoh tokoh sufi yang telah sampai kepada hakikat. Sayangnya sedikit pihak yang mengenalnya.
Selain itu, dia meyakini bahwa setiap orang suci adalah manifestasi sempurna (insan kamil). Wujudnya adalah wujud Allah. Khusus untuk Muhammad saw dan keluarganya, Allah Swt sudah menunjuk mereka sebagai pemberi syafaat. “Jadi, tidak mengakui kedudukan Rasul dan keluarganya berarti tidak menerima amanah Allah Swt. Artinya kita menentang Allah Swt,” simpulnya. Karenanya, dia dapat memahami kalau ada orang Kristen yang meyakini Yesus adalah Tuhan dalam kemutlakan relatifnya.
Karena ini pula, dia mempunyai pandangan khas tentang maulid Nabi saw. Baginya, setiap hari adalah maulid seperti halnya setiap hari adalah Asyura. Menurutnya, inilah yang dimaksud Imam Ali as dari perkataannya, “Matilah sebelum Kematian.” Inilah juga mengapa merupakan suatu keutamaan membaca Ziarah Arbain untuk Imam Husain setiap hari.
Astrid melihat Rasulullah ‘sebagai kekasih kita dan kekasih Allah’ secara bersamaan. Dia adalah sosok pengayom dalam kesunyiannya. Dan, karena itulah ia semakin mencintainya. “Makanya saya marah kalau ada perkataan atau sikap yang merendahkan Rasulullah. Kita harus marah dan emosi bila ada penghinaan terhadap Rasul dan keluarganya. Apa kita harus sabar jika junjungan kita dihina, seperti kasus karikatur di Denmark beberapa waktu lalu? Itu sabar yang sudah salah tempat. Kita memang wajib bersabar ketika berhubungan dengan masalah duniawi atau sesuatu yang profan lainnya. Tapi tidak untuk sebuah penghinaan kepada Nabi,” tegasnya.

Mendakwahkan Cinta Nabi ke Keluarga
Berkenaan dengan cara memperkenalkan Ahlulbait kepada keluarganya, Astrid mempunyai kiat tersendiri. Menurutnya, orang-orang akan menilai dirinya dari konsistensi dan keteguhan dalam mempertahankan keyakinan dan argumentasinya. Apabila mereka telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa ia benar-benar melaksanakan apa yang ia yakini, besar kemungkinan orang akan tertarik dan meminta penjelasan yang lebih jauh.
Awalnya keluarganya menolak. Mereka sulit menerima bagaimana tiga khalifah pertama diperlakukan berlawanan dengan cerita-cerita yang pernah mereka dengar. Namun, kemudian secara perlahan, dia memberi mereka buku-buku sejarah tentang Saqifah dan keluarga Nabi saw.
Saat mereka menyadari bahwa yang dia kemukakan adalah fakta, maka mereka semakin ingin belajar secara intens. “Alhamdulillah, sekarang mereka sudah semakin condong ke Ahlulbait,” syukurnya.
Ketika ditanya tentang bagaimana metode mengajarkan anak-anak agar mencintai Ahlulbait Nabi saw, Astrid menyarankan untuk menumbuhkan terlebih dahulu perasaan cinta kepada Rasulullah dan keluarganya di dalam diri sang orang tua itu sendiri, sehingga anak-anak akan melihat sendiri aktualisasi dan aura cinta orang tua mereka.
“Saya menanamkan cinta dan pentingnya kedudukan Ahlulbait as dengan sering bersalawat di depan anak-anak atau melalui kisah-kisah sebelum tidur. Saya sering katakan bahwa siapa yang mau menolong kamu jika bukan Allah, Rasulullah, dan Ahlulbaitnya? Jangan meminta pertolongan kepada siapa pun sebelum kamu memohon kepada mereka. Ini yang saya lakukan terhadap anak-anak,” paparnya.
Tiap malam menjelang tidur, Astrid memandu anak-anaknya mengucapkan selamat tidur kepada para Imam Suci, “Goodnite Rasulullah, goodnite Imam Ali, …” dan seterusnya. Begitu pula pada saat pagi hari, mereka mengucapkan, “Good morning Rasulullah,..” Internalisasi nilai pada saat antara tidur dan jaga diakuinya adalah penanaman alam bawah sadar yang efektif.
Cara tersebut diakuinya memang terpengaruh gaya pendidikan ala Katolik. Ia pun mengoptimalkan peran lukisan orang-orang suci agar kehadiran mereka terpatri dalam diri anak-anaknya, meskipun harus dijelaskan bahwa lukisan-lukisan tersebut bukanlah representasi diri mereka yang sesungguhnya.
“Saya juga biasa menganjurkan anak-anak agar tidak beribadah untuk diri sendiri. Saya meminta mereka untuk mempersembahkan ibadah tersebut kepada Rasulullah saw dan keluarganya. Saya sering katakan, bahwa kita hanya akan selamat apabila mengikuti mereka,” lanjutnya.
Selain itu, perempuan lulusan pascasarjana Universitas Indonesia ini juga terbiasa mengawali dakwah Ahlulbaitnya dengan kisah Nabi Musa as yang tidak berbeda dengan Nabi Muhammad saw. Apa yang terjadi pada Nabi Musa juga terjadi pada Nabi Muhammad. Nabi Musa mempunyai saudara dan pengikut setianya, yakni Nabi Harun as. Muhammad saw juga mempunyai Imam Ali, saudara dan pengikut setia beliau. Dalam hadis dikatakan, bahwa posisi Ali di sisi Muhammad sama seperti Harun di sisi Musa. Pengantar seperti itu, baginya, amat perlu terutama bagi mereka yang non-Muslim atau lebih akrab dengan tradisi-tradisi di luar Islam.
Kepada saudara-saudaranya yang Kristen, dia terlebih dahulu mengungkapkan latar belakang, bahwa umat Muhammad saw amat mencintai Bunda Maria dan Yesus. Dalam al-Quran, bahkan terdapat satu surah khusus yang dipersembahkan untuk mengabarkan kemuliaan Bunda Maria. Kedudukan Sang Perawan suci itu demikian terhormat sehingga menjadi salah seorang dari empat perempuan utama penghuni surga.
Dia melihat banyak orang Kristen yang tidak mengetahui bahwa Bunda Maria begitu disucikan oleh ‘Tuhannya Islam’. Selanjutnya, dia mulai menerangkan keutamaan keluarga Imran. Bahkan, nama keluarga ini juga diabadikan dalam satu surah al-Quran. “Dari kesamaan-kesamaan seperti itulah, kita bisa mengenalkan Islam kepada mereka tanpa konflik. Saya lebih mudah diterima mungkin karena latar pendidikan saya yang juga Katolik. Apa yang mereka lakukan juga saya lakukan semenjak kecil,” kisahnya.
Sementara itu, upaya mewartakan Ahlulbait ke internal umat Islam, bagi Astrid, harus dilakukan dengan cinta. Menurutnya, ketidakharmonisan antar-Muslim lebih banyak karena cara penyampaian yang tidak dengan landasan cinta dan kasih, melainkan atas dasar dogma yang hitam-putih, sehingga malah menggurui dan menafikan orang lain.
“Perilaku kita adalah manifestasi dari kondisi kalbu kita, yang juga manifestasi dari ilmu kita. Kadang kita tidak kuat atau bereaksi negatif ketika melihat suatu perilaku yang tidak sesuai dengan konsep kebenaran yang kita yakini.” Menurutnya, itu sebenarnya bukan salah orang itu, melainkan karena ketidakbersihan hati kita sendiri. Sebab, sebenarnya sikap-sikap itu adalah manifestasi-manifestasi-Nya juga.
“Sebaiknya, kita mulai menilai diri kita sendiri,” tutur Astrid seraya mengutip perkataan sufistik, “Kalau sampai pada suatu pengertian, maka lepaskanlah pengertian itu. Berjalanlah terus.” Menurutnya, manusia seringkali menjadikan ilmu sebagai tujuan, bukan alat menuju hakikat. “Imam Khomeini sudah mewanti-wanti bahwa ilmu adalah hijab terbesar seorang pejalan ruhani,” simpulnya mengakhiri pembicaraan.[andito]

HMI Cabang Pandeglang: HMI DAN TRANSISI KEPEMIMPINAN

HMI Cabang Pandeglang: HMI DAN TRANSISI KEPEMIMPINAN

HMI DAN TRANSISI KEPEMIMPINAN

DALAM sejarah Indonesia, peralihan kepemimpinan nasional baru dialami sekali, yaitu dari kepemimpinan Bung Karno ke Pak Harto. Proses itu terjadi pada dasawarsa 1960-an dan secara tuntas terjadi pada tahun 1967, ketika MPRS menetapkan Pak Harto sebagai Pejabat Presiden. Pada waktu itu, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sebuah organisasi mahasiswa, telah pula ikut dalam proses peralihan kepemimpinan nasional tersebut. Meski mungkin peranan itu dianggap kecil, namun pengalaman itu barangkali perlu kita kenang kembali. Manfaatnya banyak, tidak saja bagi HMI, tetapi mungkin juga bagi seluruh bangsa Indonesia, yang suatu saat juga akan menghadapi peralihan kepemimpinan nasional yang kedua. Bagaimana proses itu berjalan, agar tidak menimbulkan gejolak yang merugikan kepentingan nasional kita sebagai
satu bangsa? Dualisme kepemimpinan nasional Pada masa itu Presiden Soekarno telah memperoleh mandat sebagai Presiden Seumur Hidup dari MPRS. Beliau juga memperoleh predikat Pemimpin Besar Revolusi dan sebagai Presiden juga menjadi Panglima Tertinggi ABRI. Baik secara konstitusional maupun realita politik, kekuasaan Presiden Soekarno sangat besar. Beberapa organisasi kemasyarakatan, bahkan sempat memberikan predikat tambahan, dengan
menggunakan istilah "Agung". Meskipun demikian, pergulatan politik tidak berhenti. Agaknya semua kekuatan politik masih bermain sendiri-sendiri sesuai dengan tujuan politiknya. Mereka masih sangat memperhitungkan fakta Bung Karno sebagai penentu perjalanan politik bangsa. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah salah satu kekuatan politik yang pandai memanfaatkan
keadaan saat itu. Dengan manuver-manuver politiknya, PKI berhasil menguasai dan mengarahkan situasi sejalan dengan tujuan politiknya.
Secara nasional, konsep Nasakom (Nasionalisme - Agama - Komunis), menjadi platform resmi yang menetapkan struktur politik. Representasi politik harus selalu memperhatikan unsur Nasakom, termasuk pada pimpinan Front Nasional dan pimpinan lembaga Legistatif. Di luar
lembaga Eksekutif (Kabinet), praktis konsep Nasakom telah berjalan. Sedangkan di lembaga eksekutif, meskipun telah ada beberapa menteri dari PKI, namun posisi-posisi penting belum berhasil direbut oleh PKI. Namun dengan platform resmi Nasakom itu PKI memperoleh peluang
berkembang di seluruh Indonesia, sungguhpun di berbagai daerah, misalnya di Aceh, potensi kaum Komunis sangat kecil. Sesungguhnya secara konsepsional maupun politis, PKI juga menghadapi berbagai kendala dalam melaksanakan manuver-manuvernya. Di kalangan militer, khususnya di lingkungan Angkatan Darat (AD), konsep Nasakom lebih sering disuarakan sebagai Nasasos (Nasionalis - Agama - Sosialis). Secara sadar kaum militer sendiri, sejak akhir dasawarsa 50-an, juga telah melakukan upaya untuk mengimbangi kaum Komunis. Dibentuklah berbagai Badan Kerja Sama (BKS) antara kaum militer dan organisasi nonpolitik, seperti misalnya BKS Pemuda-Militer, BKS Buruh-Militer dan lain-lainnya. Pembentukan BKS-BKS itu sedikit banyak merupakan manifestasi kekhawatiran kaum militer pada kecenderungan
politik yang terjadi.
Para tokoh militer secara langsung juga telah menyampaikan kekhawatiran mereka mengenai peranan kaum Komunis pada Bung Karno. Waktu menjadi Panglima Kodam Diponegoro, Pak Harto, misalnya pernah menyampaikan kekhawatiran itu pada Bung Karno. Demikian juga gagasan pembentukan Angkatan Kelima - sebuah Angkatan (militer) yang terdiri
dari para sukarelawan/ organisasi kemasyarakatan - sampai saatnya PKI dibubarkan, gagal dilaksanakan. Demikian juga tuntutan PKI terhadap pembubaran HMI, ternyata juga tidak berhasil. Pada tanggal 29 September 1965, satu hari sebelum G30S/PKI, di forum Kongres CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia, organisasi mahasiswa di bawah PKI), Ketua CC PKI DN Aidit mendesak Bung Karno untuk membubarkan HMI. Tetapi, baik Wakil Perdana
Menteri Leimena maupun Bung Karno tidak bergeming menghadapi tuntutan DN Aidit dan CGMI. Bung Karno, bahkan mengatakan, bahwa CGMI pun akan dibubarkan, seandainya CGMI juga kontrarevolusi.
Suasana politik seperti itu, sesungguhnya menunjukkan bahwa PKI belum sepenuhnya menguasai isu politik. Dan sebaliknya, Bung Karno-lah yang masih memegang kendali politik dan bahkan satu-satunya. Tentu, Bung Karno juga mempermainkan kartu-kartu, bagaimana semua kekuatan politik yang ada dapat dimanfaatkan bagi kepentingan politik dan kepemimpinannya, sungguhpun oleh banyak kalangan dianggap sebagai permainan politik yang berbahaya. Dan ternyata, ketika G30S/PKI meletus, kekhawatiran itu mulai bersemi menjadi suatu kenyataan yang memang benar adanya. Adanya "Dualisme" kepemimpinan nasional, ternyata menjadi cikal bakal transisi kepemimpinan nasional. Dan dualisme itu terjadi semenjak
meletusnya G30S/PKI. Opini nasional terbelah menjadi dua kutub, antara tuntutan pembubaran PKI, sebagai kekuatan di belakang kudeta yang gagal itu, dengan kutub yang belum bersedia membubarkan PKI. Majoritas rakyat, ternyata berada di belakang tuntutan pembubaran PKI, sementara Bung Karno berada pada posisi untuk memenuhi tuntutan rakyat atau
tidak. Pak Harto, selaku tokoh senior AD, di mana 7 putra terbaik AD menjadi korban G30S/PKI, dapat dipastikan berdiri pada tuntutan rakyat untuk membubarkan PKI, yang dengan alasan apa pun secara ideologis tidak mungkin menjadi kekuatan pendukung Pancasila. Sementara itu strategi pasca G30S/PKI Orde Baru- adalah kembali pada UUD 45/
Pancasila secara murni dan konsekuen.
Polarisasi opini politik di tingkat nasional itu, pada akhirnya mengarah pada tokoh yang berdiri pada opini yang bersangkutan. Secara cepat, Bung Karno menjadi sasaran tuntutan pembubaran PKI dan karena Bung Karno tetap bertahan pada sikapnya sendiri, yang masih tetap mempertahankan eksistensi PKI, maka (pada akhirnya) hampir seluruh kebijaksanaan Bung Karno menjadi sasaran kritik. Misalnya, sindiran Kabinet 100 menteri, predikat Durno bagi Waperdam Soebandrio, dan juga pembantu-pembantu presiden lainnya. Meskipun masih menggunakan sasaran antara, demonstrasi-demonstrasi mahasiswa sesungguhnya sudah mulai
mengarah pada sasaran pada Bung Karno sendiri.
Peranan HMI
Peranan HMI dapat dikatakan sangat besar (atau terbesar?) dalam demonstrasi mahasiswa yang terjadi pasca-G30S/PKI. Hal ini disebabkan, karena HMI memegang seluruh pimpinan Dewan Mahasiswa di hampir seluruh perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Semua itu, sebagai akibat titik balik G30S/PKI, di mana HMI menjadi sasaran politik CGMI/PKI.
Pada bulan Desember 1965 di Pasarminggu (Jakarta Selatan), PB HMI menyelenggarakan sidang Pleno, yang dihadiri oleh anggota pleno PB HMI dan juga oleh Ketua-ketua Badan Koordinasi HMI dari seluruh Indonesia. Salah satu materi yang dibicarakan adalah suasana politik saat itu.
Meski HMI adalah organisasi mahasiswa yang tidak terjun dalam politik praktis, namun suasana politik waktu itu memang tidak memungkinkan ia melepaskan diri dari masalah politik. Tekanan yang diutamakan adalah bagaimana mempertahankan peranan politik HMI dalam mengupayakan tata nilai dan aspek kebijaksanaan politik tanpa memasuki lembaga-lembaga formal politik. Esensi sebagai kekuatan moral, masih merupakan pegangan yang utama.
Sebagai pendukung tuntutan pembubaran PKI, HMI tentu kecewa terhadap kebijaksanaan Bung Karno yang belum bersedia membubarkan PKI. Sementara gerakan itu tidak mungkin mundur, akankah "sasaran tembak" sudah saatnya diarahkan ke Bung Karno? PB HMI, alhamdulillah, mampu membicarakan masalah yang sangat pelik dan mungkin berbahaya itu dengan terbuka dan intens. Langkah positif dan negatif itu dipertimbangkan secara mendalam, tidak saja bagi kepentingan HMI, tetapi juga bagi kepentingan nasional di saat itu. Ada kesadaran bahwa keputusan apa pun yang akan diambil HMI (saat itu) akan berdampak
besar. Dan rapat pleno akhirnya mengambil keputusan, bahwa sasaran tembak HMI masih belum pada Bung Karno.
Sementara itu, dapat dipahami, kalau tuntutan terhadap pembubaran PKI semakin gencar dan bahkan meluas. Tritura (tri tuntutan rakyat), yaitu "Bubarkan PKI, Turunkan Harga, dan Bubarkan Kabinet 100 Menteri", yang lahir pada bulan Januari 1966, pada dasarnya sudah merupakan isyarat ketidakpercayaan rakyat pada kebijakan Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris/Presiden RI Bung Karno. Pada akhirnya Bung Karno memang bersedia "mundur" dengan mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret yang terkenal itu. Dan Pak Harto kemudian membubarkan PKI serta Kabinet 100 Menteri.
Pada bulan Juni - Juli 1966, MPRS menyelenggarakan sidang. Jenderal Nasution terpilih sebagai Ketua MPRS yang baru. Dan di sinilah, untuk pertama kali, kebijaksanaan Presiden/ PBR Bung Karno dipersoalkan di lembaga konstitusional itu. Adalah Raden Panji Suroso, anggota tertua MPRS, yang dalam tanggapannya terhadap pertanggungjawaban Presiden menyatakan ketidakpuasannya. Keputusan-keputusan yang kemudian diambil, ternyata merupakan koreksi terhadap perjalanan bangsa selama ini, antara lain pencabutan gelar Bung Karno sebagai Presiden Seumur Hidup, meskipun masih disertai permintaan maaf (TAP No
XVIII/MPRS/1966). Namun sidang MPRS itu belum berhasil mengambil keputusan untuk memilih Presiden baru, sungguhpun sudah mengeluarkan TAP No XIII/ MPRS/1966 yang menugasi pemegang SP 11 Maret untuk bersama-sama Presiden membentuk Kabinet baru. Adapun SP 11 Maret itu sediri, oleh MPRS telah dikukuhkan dengan TAP IX/MPRS/1966.
Tanpa diduga, PB HMI menerima undangan untuk "hearing" kabinet, yang diselenggarakan di Mabes AD pada 14 Juli 1966. Sudah tentu PB HMI segera menyelenggarakan rapat khusus untuk menentukan apa yang akan diusulkan oleh HMI dalam hearing kabinet itu. Salah satu pertimbangan yang sangat penting, yang memperoleh pembahasan yang mendalam adalah kenyataan adanya dualisme kepemimpinan nasional, sebagaimana dikemukakan di atas. Dengan dualisme berarti adanya kenyataan tidak satunya kebijaksanaan di tingkat kepemimpinan nasional yang ternyata masih saja terjadi, sungguhpun PKI telah dibubarkan. Dapatkah pembentukan kabinet baru secara tuntas akan mengakhiri dualisme itu? Bagaimana caranya?
Berbagai alternatif menjadi pilihannya. Mungkinkah Pak Harto langsung menggantikan Bung Karno selaku Presiden RI? Apabila demikian, kenapa MPRS tidak mengambil keputusan seperti itu? Apa dampaknya? Sementara secara konstitusional, pembentukan kabinet itu dilaksanakan bersama-sama antara pemegang SP 11 Maret dengan Presiden RI (Bung Karno?)
Pengurus Besar HMI kemudian mengambil keputusan dengan formula yang unik, yang mungkin kompromistis, tanpa mengurangi esensi menghilangkan adanya dualism kepemimpinan nasional, di samping konstitusional dan mungkin juga Indonesiawi (?). Usulan PB HMI adalah agar Jenderal Soeharto bersedia memimpin Kabinet tanpa mempersoalkan keberadaan Presiden Soekarno. Bentuknya terserah pada pemegang SP 11 Maret selaku formatur kabinet. Usulan itulah yang kemudian dibawa pada hearing Kabinet tersebut.
Demikianlah, ketika bersama Sdr Mar'ie Muhammad dan Sdr Yusuf Syakir kami menyampaikan usulan tersebut pada Pak Harto selaku formatur kabinet, seingat saya, beliau tidak banyak memberi komentar, selain terima kasih dengan senyum beliau yang khas. Tetapi, keesokan harinya, saya terkejut, ketika materi hearing kabinet itu menjadi berita utama koran Berita Yudha, yang dikenal sebagai korannya Angkatan Darat. Dan PB HMI bersyukur, bahwa setelah kabinet diumumkan, kabinet itu dipimpin oleh sebuah Presidium Kabinet, dengan Pak Harto sebagai Ketua Presidium Kabinet dan Mas Sanusi, sebagai seorang alumni HMI yang kami usulkan pada urutan pertama untuk memperoleh pertimbangan duduk di Kabinet, memperoleh kepercayaan sebagai Menteri Perindustrian Tekstil. Sejak itu, kepemimpinan nasional sesungguhnya sudah bergeser ke Pak Harto, sampai pada saatnya tuntas pada sidang umum istimewa MPRS awal 1967, ketika Pak Harto diangkat sebagai Pejabat Presiden.
Kesimpulan
Peralihan atau pergantian kepemimpinan nasional sesungguhnya adalah suatu peristiwa yang biasa. Semestinya, meskipun peristiwa itu tetap penting bagi suatu bangsa, pada suatu saat harus dianggap sebagai suatu hal yang wajar. Isu politik yang akan menyertai peristiwa itu tidak boleh terasa sebagai sesuatu yang menegangkan, sehingga menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan. Apalagi dapat menimbulkan huru-hara ataupun perpecahan bangsa.
Pergantian kepemimpinan nasional di tahun 1960-an, betapapun berjalan alot dan menegangkan, telah berlangsung dengan aman. Sebabnya, karena strategi konstitusional yang dianut Orde Baru.
HMI, sebagai organisasi mahasiswa, sudah tentu penuh dengan dinamika dan idealisme anak muda. Dinamika dan idealisme itu, secara alami akan selalu mendorong adanya suatu perubahan ke arah hal-hal yang lebih baik. Namun, cepatnya perubahan yang dikehendaki oleh anak-anak muda, sering tidak sejalan dengan proses politik yang harus dilalui. Pada keadaan seperti ini, tidak mustahil akan terjadi benturan fisik yang sering meminta korban. Besar kecilnya korban, sudah tentu tergantung dari kepiawaian manajemen konflik yang dimiliki para pelakunya.
Peralihan kepemimpinan nasional di tahun 1960-an, sangat sarat dengan aspek itu. Kesimpulan penulis, antara ide atau gagasan untuk suatu perubahan dengan suatu proses politik memerlukan kepiawaian manajemen konflik yang luar biasa. Pelaku utama di waktu itu tidak lain adalah Bung Karno dan Pak Harto sendiri. Seandainya kedua tokoh itu tidak memiliki kepiawaian manajemen konflik yang luar biasa, tidak mustahil bangsa ini akan terjerumus pada perang saudara.
Karena itu, sebagai organisasi anak muda/mahasiswa, penulis sangat kagum dengan para senior HMI, yang menggariskan prinsip non-praktis politik bagi HMI. Dinamika dan idealisme anak muda terkadang tidak dapat terakomodir oleh proses politik yang sering melelahkan. Keterlibatan dalam politik, dengan demikian memerlukan kesabaran dan kemampuan menahan diri yang terkadang sangat besar, yang sering tidak sesuai dengan dinamika dan idealisme yang bergerak cepat yang dimiliki oleh setiap anak muda.
Ilustrasi seperti itu, barangkali perlu kita segarkan, untuk menyongsong peralihan kepemimpinan nasional yang kedua nanti. Insya Allah

Senin, 26 April 2010

analisa kasus century

“ APA KABAR CENTURY ”
Sebaiknya masyarakat tidak berharap terlampau besar terhadap panitia khusus (pansus) di DPR dalam penyelesaian kasus Bank Century. Sebab, ada indikasi kasus ini akan berakhir tidak seperti harapan publik. “Nanti akan ada kesimpulan yang bersifat kompromi. Artinya, kesimpulannya kabur antara iya dan tidak, antara salah dan benar, menggantung,” ujar pengamat politik UI Arbi Sanit kepada Indonesia Monitor, Rabu, (21/1).
Kasus Century yang sedang diproses oleh KPK, tidak akan menghasilkan sesuatu yang menakjubkan. “Kalau KPK bisa memiliki data-data konkret ada penerimaan uang ke tim kampanye Partai Demokrat, itu mungkin, bisa berakibat pemakzulan, tetapi itu pun tergantung voting di DPR. Kuncinya itu,” tegasnya.
Tidak kuatnya desakan masyarakat terhadap kasus ini.“Kekuatan mahasiswa tidak akan menang kalau tidak didukung kekuatan rakyat biasa. Sekarang, hanya mahasiswa saja yang ada. Tidak akan menang usaha mahasiswa, jika tanpa bantuan masyarakat biasa,”.
Makanya, sampai saat ini belum ada sesuatu yang mengkhawatirkan bagi SBY atas apa yang terjadi dalam kasus Century. “SBY belum terpojok, karena dia masih bisa memanfaatkan anggota koalisi. Nanti, DPR membuat keputusan, apa yang akan diputuskan, ujung-ujungnya voting,” tegasnya.
Jika koalisi solid, SBY masih memiliki posisi yang kuat. Apalagi kalau dilihat dari sikap anggota DPR. “Namun, ia bisa tidak selamat jika koalisi bubar. Dan hanya itu satu-satunya cara yang bisa membuat SBY tidak selamat. Kalau koalisi berkhianat semua, SBY bisa jatuh,” ungkapnya.
Adanya beberapa anggota pansus yang terlihat garang, hal itu hanya hiburan belaka.“Itu baru pameran. Permainan yang sungguh-sungguh adalah nanti di pembahasan, waktu membuat kesimpulan pansus. Itu baru yang serius. Sekarang ini baru permainan dan tontonan buat rakyat. Mereka pura-pura galak saja semuanya,”.
Adanya desakan untuk mengganti Sri Mulyani dan Boediono, hal itu kemungkinannya kecil. “SBY tidak akan mengorbankan mereka, karena merekalah modal SBY untuk investasi, untuk dagangan di luar negeri, untuk kepercayaan internasional,”. “Kalau mau dikorbankan, harus dimulai dari ujung, yakni Sri Mulyani dulu baru Boediono, lalu SBY. Tapi, sistem politik sekarang masih memungkinkan dia tetap bertahan,”.
Sri Mulyani, tidak bisa dibarter dengan tokoh lain. “Barter dengan Golkar, tidak mungkin. Siapa sih dari Golkar yang bisa ganti dia?”.
Nasib Kasus Bank Century: Buruk Niat, Cermin Dibelah?
Akhir-akhir ini masalah mengenai hak Angket dari Bank Century telah lama bergulir. Ada banyak yang berharap, tak sedikit pula yang cemas. Menurut salah satu pengamat Peneliti CSIS J Kristiadi, ada tiga pertanyaan yang paling banyak dilansir menyikapi kasus Bank Century ini. Pertama, langsung mengarah pada ujungnya, hendak diarahkan kemanakah angket ini pada akhirnya?
Seolah hendak menepis prasangka, sebagian pengusul hak angket menjamin tujuan angket ini bukan untuk menjatuhkan pejabat negara. Hanya untuk sekadar mengetahui ada apa di balik sengkarut bank ini dan menjadikannya pelajaran agar tak terulang. Begitu argumentasi utama yang disampaikan para pengusul hak ini di media massa. Terbiasa membaca yang tersirat, ada yang berguman, "Ah, berarti benar memang arahnya ke situ." Maksudnya, untuk menjatuhkan pejabat. Entah siapa yang dibidik. Bisa Sri Mulyani, bisa Boediono, bisa Raden Pardede, tapi sangat mungkin pula yang dikejar itu adalah SBY.
Sebuah kesimpulan yang tergesa-gesa, paranoid mungkin. Tapi, kalau mengingat awal-awal kasus ini meruyak, dugaan itu tak terlalu salah. Ketika itu, mencuat isu, Bank Century diselamatkan karena ada dana milik penyumbang SBY diparkir di bank tersebut. Munculah nama Siti Hartati Murdaya dan sebelumnya Arifin Panigoro. Yang terkuak, memang ada dana milik Boedi Sampurna senilai $ 96 juta (menurut data BPK). Juga ada dana milik sebuah BUMN senilai Rp 2 triliunan. Tidak ada dana milik Siti atau Arifin. Tapi, sepertinya sudah tak soal benar, karena dugaan sudah menjadi ‘kecurigaan bersama’.
Kedua, benarkah nasabah Century kehilangan duitnya? Antaboga Vs Century. Kasus Century jadi berbelit karena ada soal Antaboga. Yang terakhir ini adalah perusahaan sekuritas yang menjual produk berbentuk Kontrak Pengelolaan Dana. Beberapa media menyebutnya sebagai reksadana. Padahal, ada perbedaan fundamental antara keduanya (untuk pembahasan ini bisa baca di portal reksadana).
Produk investasi berupa KPD biasanya dipilih oleh nasabah yang memiliki dana besar. Mereka umumnya enggan menanamkan dananya dalam bentuk reksadana atau apalagi deposito.Maklum, keuntungan yang ditawarkan reksadana atau deposito jauh lebih tipis. Perusahaan pengelola investasi yang sudah mapan biasanya juga tidak akan berani memberikan janji yield yang terlalu besar, apalagi yang tidak masuk akal.
Karena itu, bila ada perusahaan pengelola investasi yang menawarkan kontrak pengelolaan dana dengan iming-iming imbal hasil besar, boleh jadi hal itu merupakan strategi marketing belaka agar banyak pihak tertarik dan dana yang diinvestasikan semakin besar. Padahal, nyatanya, hasil yang diperoleh belum tentu sebesar yang dijanjikan dan tak jarang malah berbuah kerugian.
Kalaupun tak tercapai atau rugi, pemilik dana sejatinya tak bisa menuntut. Seperti pernah ditulis praktisi keuangan Elvyn G Masasyya di Kompas Juli lalu, "Lihat klausul perjanjian yang dibuat antara kedua belah pihak. Pasti imbal hasil yang dijanjikan hanya berupa indikasi. Tidak berupa guaranteed yield atau imbal hasil pasti. Dan inilah yang sering terjadi di pasar, pemilik dana tidak bisa menuntut karena dana yang diserahkelolakan pada dasarnya hanya pengelolaannya saja, sementara risiko tetapmesti ditanggung oleh pemilik dana."
Dalam hiruk-pikuk yang terjadi, nasabah Antaboga ini melabeli dirinya sebagai nasabah Century murni. Mereka berpijakan bahwa KPD Antaboga dijamin penuh oleh Century (yang kebetulan pemilik kedua perusahaan ini sama). Padahal, kontrak KPD itu ditandatangani antara investor dengan manajer pengelola dari perusahaan investasi, dalam hal ini Antaboga. Akibatnya, kesan yang tertangkap, nasabah Century keleleran. Padahal, mereka adalah nasabah Antaboga. Hingga saat ini, tak pernah ada upaya menjernihkan persoalan, benarkah dana milik nasabah Century telah lenyap atau sebenarnya nasabah Antabogalah yang ketiban pulung karena investasinya ‘ke laut’?.
Dalam investasi berlaku rumus standar: high risk, high return. Kalau mau untung gede, mesti setiap rugi gede juga. Karena itu, kalau tuntutannya dana nasabah harus dikembalikan, menjadi pertanyaan serius, siapakah yang sedang dibela: nasabah murni Century atau nasabah Antaboga?
Mengkambinghitamkan DPR
Ketiga, frasa yang kini paling digemari: hak angket jadi batu ujian bagi DPR. Kalau tak lolos atau mandek, maka DPR-lah yang buruk. Bahkan, tudingan juga menyasar kearah ketuanya yang berasal dari Demokrat. Hak angket bisa gagal di tengah jalan kalau pengusulnya tiba-tiba balik badan tanpa permisi. Ini kelakuan lazim di waktu lampau. Dalam kasus seperti ini, siapakah yang salah, DPR sebagai institusi atau fraksi/pengusulnya yang sebenarnya begundal?.
Hak angket juga bisa berakhir antiklimaks. Sangkaan tak cukup bukti. Bisa jadi karena pengusul tak cermat dan tak sabar. Maklum, hak angket ini bakal bergigi kalau dilengkapi data audit BPK. Dan, audit ini merupakan titah DPR periode lalu.
Kalau tak sabar menunggu, siapa yang salah, DPR sebagai institusi atau pengusul/fraksi yang bersikeras agar hak angket ini secepat-cepatnya diputuskan untuk diterima? (Pertanyaannya, kenapa begitu tergesa-gesa hingga menunggu dua pekan lagi saja tak mau?).
Hak angket Century pada akhirnya hanyalah satu dari sekian soal yang harus dijawab DPR. Ada UU Politik yang perlu disusun ulang. Ada revisi UU Tipikor yang juga mesti diselesaikan. Ada fungsi pengawasan lain yang harus dijalankan. Menjatuhkan vonis hanya karena hak angket bukankah menihilkan hal-hal lain yang semestinya juga dikerjakan DPR? Seolah-olah yang lain tak penting. Ini sejenis generalisasi gegabah yang penuh muatan politis. Kasus Century memang perlu disibak. Tapi jelas tak begini lagam permainannya.
Kucuran dana talangan ke Bank Century Rp6,7 triliun telah masuk ranah politik melalui rencana anggota DPR mengajukan hak angket Century. Sedangkan perdebatan soal legal atau tidaknya pengucuran dana itu kian tak menentu. Seiring itu nuansa skandal kian terkuak secara pelan. Apa saja itu?
Lima lembar surat notulen rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tertanggal 21 November 2008 menjadi petunjuk, ada sesuatu yang tak beres dalam pengucuran dana talangan terhadap Bank Century. Indikasi awalnya, notulensi surat itu tertuliskan private & confidential. Hal yang janggal untuk urusan publik di sebuah lembaga seperti KSSK. "KSSK lembaga publik, uangnya dari LPS, dan Ketua KSSK bukan direktur atau komisaris,” cetus pengamat ekonomi Drajad H Wibowo di Jakarta, Rabu (18/11).

Dalam surat notulen yang ditandatangani Gubernur BI Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani itu terungkap bahwa pejabat Departemen Keuangan pada dasarnya tidak setuju atas pendefinisian bahwa Bank century sebagai bank gagal yang sistemik dengan mempertanyakan tentang rencana penyelamatan Bank Century. Seperti di poin II tentang ‘Pendapat dan Saran’ nomor (1) poin (c) ‘perlu diperhatikan apakah keputusan penyelamatan Bank century dapat menimbulkan sinyal yang dapat menimbulkan moral hazard bagi bank-bank lain’.

Di poin yang sama di nomor (3) disebutkan pendapat Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang menyebutkan “Analisis risiko sistemik yang diberikan BI belum didukung data yang cukup dan terukur untuk menyatakan bahwa Bank Century dapat menimbulkan risiko akademik, lebih kepada analisis dampak psikologis.”

Dari surat notulen itu juga terungkap, tidak ada pembahasan terkait ‘kesistematisan’ dalam status Bank Century. Justru yang muncul, nuansa seolah-olah Bank century harus diselamatkan. “Rapat ini tidak ada konklusi, apakah Century sistemik atau tidak. Ada missing link, di dalamnya tidak jelas apa kesimpulannya, tahu-tahu diselamatkan. Kesimpulan KSSK seperti menjadi 'kotak hitam',”

'Kotak hitam' ini, harus dibuka oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk membuka 'kotak hitam' itu, pihak-pihak yang ikut dalam rapat itu sebagaimana ditulis dalam notulen rapat seperti Gubernur BI Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Sekertaris KSSK Raden Pardede dan lainnya harus diperiksa. "Nanti akan kelihatan siapa yang memutuskan Century diselamatkan," tandas Drajad.

Terkait dengan ini pula, upaya BPK, PPATK, serta hak angket Century dapat menjadi pembuka 'kotak hitam kasus Century. “Saya kira KPK juga turun dalam bailout Bank Century. Karena definisi korupsi tidak hanya untuk memperkaya diri sendiri. Terkait administrasi juga masuk kategori korupsi,.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku, proses pengucuran dana bailout Bank Century sesuai dengan standard Operational Procedure (SOP). “Kucuran dana Century sesuai SOP, prosesnya juga direkam. Kita sangat terbuka dengan audit BPK,” cetusnya di Jakarta.

Terkuaknya notulensi rapat KSSK pada 21 November 2008 itu menjadi salah satu bukti, betapa proses pengucuran dana talangan Bank Century menyisakan misteri yang perlu diungkap. Proses politik seperti hak angket di parlemen, idealnya tak hanya menjadi alat gertak pada pihak-pihak tertentu, namun semangat pengungkapan kasus menjadi tujuan utama atas uang rakyat itu.

Lalu apa kabar century sekarang, dalam berbagai kejadian yang melanda negeri ini, mulai dari kejadian kasus gayus halomoan tambunan yang seiring terkuak sampai sekarang, berawal dari markus polri, cicak dan buaya pada waktu itu. Serta berbagai kasus-kasus lain yang lambat laun mulai terkuak sedikit demi sedikit.

Jangan dijadikan sebagai isu pengalih, kami menuntut kepada presiden SBY untuk segera mengusut tuntas kasus century ini.

Minggu, 28 Maret 2010

seminar keperempuanan korps HMI-wati

Tanggal 27 maret kemarin korps HMI-wati cabang pandeglang menyelenggarakan kegiatan seminar keperempuanan dengan tema " kedudukan pemimpin perempuan dalam perspektif islam".
acara tersebut dilaksanakan di pendopo kecamatan menes, dengan mengundang beberapa pemateri.
diantaranya :
1. Hj nurhidayah suwondo
2. Hj Rodiah
3. KH Abdul wahid sahari MA
acara seminar keperempuanan dibuka oleh Ibunda Erna Kurtubi.
mengundang seluruh OKP yang berada di wilayah Pandeglang, acara tersebut cukup mendapat antusiasme para peserta, khususnya kalangan perempuan.
kegiatan seminar keperempuanan tersebut cukup banyak peserta yang menghadiri.
beberapa peserta dari kader korps HMI-wati adapun peserta lain dari umum.
hasil dari beberapa narasumber mengenai tema yang diangkat yaitu : perempuan dalam sejarahnya pada zaman dahulu ikut serta dalam pemikrannya demi memajukan negara / wilayahnya.
sebagai kesetaraan dalam gender, perempuan ikut serta dalam upaya mengembangkan negaranya. yaitu ikut berperan serta dalam pemimpin di wilayah nya menjadi seorang anggota DPR, DPRD.
dikatakan pula oleh seorang narasumber Bapak KH Abdul wahid sahari MA, perempuan boleh menjadi seorang pemimpin akan tetapi menjadi pemimpin dalam skala global dan pemimpin yang mengahadapi peperangan ditegaskan dan dinyatakan tidak boleh : menurut beliau ( yaitu menjadi seorang pemimpin negara / presiden ).
namun untuk menjadi seorang pemimpin daerah beliau menyatakan sah-sah saja.

begitu acara yang dapat disimpulkan, adapun kritk dan saran dalam blog yang dimuat disini silahkan dikomentari dalam upaya membangun Pandeglang yang kita semua cintai demi perubahan yang gemilang.

sebuah kata dalam perjuangan

Dulu hukum tak bisa menyentuh yang diatas, apakah sekarang masih sama . . saling sikat saling tipu . . yang sdalha jadi benar, hidup jadi bingung . .. CELAKA . . menangis panji-panji demokrasi . .
harapan saya kepada pengelola negara, mentang-mentang rakyatnya siap, mentang-mentang rakyatnya tabah, jangan lantas mereka jadi sewenang-wenang begitu . . malah ini modal awal bagi pengelola negara untuk lebih bekerja dengan lebih baik lagi. .
guru adalah mata air tetapi murid adalah sumber-sumber kehidupan yang mengalir ke muara lalu kelautan lepas. .lalu terbang ke awan menjadi butiran air hujan yang bisa menyuburkan hidup atau bahkan menimbulkan malapetaka, banjir yang menghancurkan bahkan mematikan. .
lalu menjadi air mata.

sebuah kalimat yang dikutip dari kang iwan fals dalam lagunya.

Selasa, 09 Maret 2010

Agitasi HMI Cabang

SEBUAH KATA DALAM PERJUANGAN
Sudah tidak bisa kita pungkiri lagi bahwasanya keadaan pandeglang hari ini jauh dari apa yang kita inginkan, rakyat semakin ditindas oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab kepada rmasyarakat pandeglang. Produk kebikan yang dikeluarkan ini tidak pernah bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat hidup masyarakat pandeglang,akhirnya rakyat pun semakin tidak berdaya.
Kasus-kasus yang terjadi di pandeglang ini adalah suatu bukti bahwasannya pemimpin pandeglang hari ini tidak mampu membawa pandeglang kearah yang lebih baik,apakah ini yang disebut sebagai keadilan bagi masyarakat pandeglang?Pandeglang hari ini menangis,pandeglang hari ini diujung kehancuran. Sepertinya kita tidak bisa mengelak lagi dari keadaan hari ini yang semakin buruk, artinya butuh perjuangan dari kaum-kaum intelektual melalui pembelajaran kepada seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Marauke sehingga ketika mereka mengetahui tentang keadaan bangsanya seperti apa mereka pun akan mampu ikut serta dalam perjuangan merebut kembali “hak-hak rakyat”.Satu kata dalam perjuangan rebut kembali hak-hak rakyat atau kita mati sebagai pecundang……
Salam perjuangan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat ……
Majulah mahasiswa,jangan mundur dari garis perjuangan walaupun hanya satu jengkal….
Wujudkan keadilan bagi masyarakat pandeglang…


POLITISI SPANDUK
Tulisan ini di latar belakangi maraknya foto dan gambar para politisi di pinggir-pinggir jalan melalui media pamflet atau spanduk sebagai upaya memasarkan diri para politisi menjelang pesta demokrasi baik pilkada ataupun pemilu.
Nampaknya media promosi menjadi sangat penting sebagai salah satu upaya menarik simpati masyarakat atau pemilih dalam sebuah perhelatan demokrasi, para politisi juga menganggap bahwa media ini menjadi salah satu ramuan yang ampuh untuk dapat menghantarkan kepentingannya.
Pasca orde baru dan lahirnya reformasi menjadi titik tonggak perubahan iklim demokrasi di Indonesia, regulasi-regulasi mengenai keterlibatan public dalam menenentukan Negara terus di upayakan. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pun menjadi salah satu agenda utama agar demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat dapat terwujud. Pemilihan presiden secara langsung, pilkada langsung menjadi wujud tercapainya demokratisasi di negeri ini.
Cita-cita reformasi dan konsep demokrasi berupaya melahirkan para pemimpin yang di inginkan rakyat serta memiliki akuntabilitas dan kredibilitas sehingga mampu membawa bangsa ini kedalam perubahan ke arah yang lebih baik. Nampaknya cita-cita itu masih akan sangat panjang terwujud jika kita melihat dagelan-dagelan para politisi kita baik di senayan ataupun di daerah-daerah. Kasus suap dan korupsi di DPR menjadi tontonan yang menggelikan dan menjadi potret buram lembaga yang terhormat.
Sistem demokrasikah yang salah? Atau moral individu yang rapuh ? atau bahkan nilai nasionalisme yang sudah hilang karena para wakil rakyat bukan memikirkan rakyat malah memalukan rakyat sebagai pemilih yang setiap perhelatan demokrasi hatinya di bujuk dan di rayu hanya untuk melenggangkan kepentingannya ?
Sudah tidak bisa kita pungkiri lagi bahwasannya sistem yang digunakan hari ini adalah sistem yang benar-benar menyengsarakan rakyatnya .Amandemen UUD 1945 yang dilakukan hari ini itu benar-benar malah memperpuruk keadaan bangsa kita hari ini.Pesta demokrasi hari ini yang dilakukan baik ditingkatan pusat hingga tingkatan daerah ini adalah salah satu bukti bahwa setiap manusia menghalalkan segala cara demi tercapainya kepuasan nafsu belaka yang dilatar belakangi oleh kekuasaan.

KRISIS MULTIDIMENSI YANG TERJADI HARI INI
Krisis multidimensi yang melanda bangsa kita kian hari kian menyengsarakan rakyat, rakyat terus di tindas oleh system yang betul-betul system ini menindas rakyat. Dibutuhkan pemikiran yang lebih ekstra dalam penyelesaian masalah ini, ketika rakyat ini tidak diposisikan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan pemerintah maka secara tidak langsung kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah ini pun akan sangat bertentangan dengan keinginan yang diharapkan oleh rakyat. Dari nilai Budaya kita bisa melihat budaya anak bangsa hari ini seperti apa? Dari nilai Aturan kita pun bisa melihat aturan yang dihasilkan oleh pemerintah seperti apa? Dari nilai Sosial kita pun bisa melihat bagaimana kesenjangan yang terjadi hari ini di bangsa kita seperti apa? Dari nilai Politik kita pun bisa melihat bagaimana strategi (politik) itu dibangun untuk mensejahtrakan rakyat seperti apa? Dari nilai Ekonomi kita pun bisa melihat seprti apa system perekonomian ini dibangun? Dan dari nilai Lingkungan pun ini bisa kita liat seperti apa dalam proses pembangunannya?
Suatu kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah yang tidak pernah menyengsarakan rakyatnya adalah ketika kebijakan yang dibuat ini berorientasi unuk tegaknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Ketika kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ini didasarkan pada landasan kepartaian ini akan sangat berakibat buruk pada masyarakat Indonesia,masyarakat akan jauh lebih tertindas lagi.
Moral dan Etika yang terbangun hari ini jauh dari apa yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa,karena moral hari ini itu sudah menjadi satu moral pengecut dan etika yang terbangun hari ini pun sudah menjadi satu etika jongos.
Ketika Etika dan Moral ini sudah krisis,ini akan menajadi indikasi terbangunnya sebuah krisis yang dikatakan dengan krisis Penegakan hukum.Hukum yang berpihak hanya pada konglomerat,ketika Etika yang dibangun ini sudah tidak sesuai dengan keadaan hukum yang dibangun pada saat etika ini hancur maka akan mengakibatkan terjadinya indikasi krisis Politik,Many politik. Yang terjadi dari mulai pembangunan atau pun strategi yang dibangun ini tidak bertujuan untuk tegaknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat,ketika Penegakan hukum yang dibangun berdsarkan dari moral yang sudah tidak standar ini akan mengakibatkan indikasi terjadinya Krisis Sosial,kesenjangan sosial yang terjadi antara si miskin dan si kaya.Ketika kesenjang sosial dan pembangunan strategi yang tidak didasarkan pada keadailan sosial dan hukum yang dibangunnya pun ini sudah terjangkit krisis,maka ini akan mengakibatkan pada sebuah krisis yang dikatakan pada krisis Ekonomi.Sumber factor-faktor produksi ini sudah tidak dimiliki lagi oleh masyarakat dan satrategi yang dibangun ini pun tidak bertujuan kepada tegaknya keadilan sosial maka ini akan mengindikasikan suatu krisis yang dikatakan krisis keadilan,factor-faktor produksi yang sudah tidak dimiliki oleh masyarakat dan terjadinya kesenjangan sosial ini akan terjadinya indikasi bahwa daerah ingin menguasai sumber daya alam.Bentuk dari otonomi daerah,ketika daerah yang ingi menguasia sumber daya alam dan terjadinya kesenjangan pembanguna ini akan mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan dalam pemerintahan. Ketika semua ini sudah terjadi maka ini akan menjadi satu terjadinya sentiment kedaerahan dan ketika sentiment kedaerahan yang terjadi ini akan menjadi factor untuk daerah minta merdeka,dan inilah indikasi terjadinya disintregasi bangsa. Dan ini pun sudah terjadi di bangsa kita yang tercinta……..
KEDAULATAN RAKYAT VS KEDAULATAN NEGARA
Sepertinya kita tidak bisa mengelak lagi dari keadaan hari ini yang semakin buruk, artinya butuh perjuangan dari kaum-kaum intelektual melalui pembelajaran kepada seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Marauke sehingga ketika mereka mengetahui tentang keadaan bangsanya seperti apa mereka pun akan mampu ikut serta dalam perjuangan merebut kembali “hak-hak rakyat”
Tapi yang sangat disayangkan hari ini betapa sedikitnya kaum intelektual yang mengetahui dasar dibangunnya pengetahuan tentang kebangsaan yang seharusnya mereka berikan kepada seluruh anak bangsa, suatu ilmu pengetahuan ini akan berkembang ketika ilmu pengetahuan ini tidak bertentangan dengan keadaan masyarakat setempat dimana tempat mereka tinggal. Artinya ilmu pengetahuan ini akan berkembang, ketika ilmu pengetahuan yang dibangun itu berasal atau dasar pembangunan ilmu pengetahuan itu dari kehidupan masyarakat sehari-hari, ketika ilmu pengetahuan yang dibangun itu tidak didasarkan dari kehidupan masyarakat setempat maka ilmu pengetahuan yang akan berkembang ini pun akan jauh dari kehidupan masyarakat. Pada akhirnya ilmu pengetahuan ini pun itu tidak akan pernah bisa mensejahtrakan rakyatnya.
Oleh karena itu, sangat pentingnya pengetahuan sejarah bagi generasi muda karena founding father pun pernah berpesan jangan lah sekali-kali melupakan sejarah, karena dari sejarah ini akan mampu menghasilakn hukum, dan hukum-hukum itu lah yang akan mengatur kehidupan manusia.
Akan tetapi hari ini hampir semua orang sudah tidak peduli akan sejarahnya,mereka hanya memperingati tanpa ada rasa penghayatan tentang apa itu sejarah, apa makna dari sejarah itu sendiri. Hal yang seperti ini sangat ironis sekali bila kita mendengarnya dari anak bangsa yang tidak tau akan sejarah bangsanya sendiri. Bentuk dari pengabdian kita terhadap bangsa dan negara ini adalah dengan ikut sertanya kita bejuang dalam usaha mengangkat harkat dan martabat hidup orang indonesia asli atau yang dikenal dalam pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kedaulatan rakyat adalah memposisikan rakyat dalam pembuatan kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah melalui dibentuknya lembaga rakyat atau yang dikenal dengan Majelis Permusyawaratan Rakayat (MPR). Ketika rakyat ini diposisikan dalam hal pembuatan kebijakan pemerintah maka kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah ini tidak akan bertentangan dengan keinginan rakyat.
Tetapi ketika kita melihat kondisi hari ini sangat jauh sekali dengan keadaan yang kita inginkan, artinya hari ini Negara sangat mendominasi dalam hal apa pun yang akan terjadi dan yang sudah terjadi.
Secara filosofi bila kita melihat Indonesia ini adalah bangsanya yang terlahir lebih dulu dan Negara dibentuk kemudian, artinya bangsa adalah sebagai fondasi yang harus betul-betul kita jaga sebagai usaha dalam mencapai suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


DEWAN JANGAN KORBANKAN RAKYAT

Sejak pandeglang ini berdiri tentunya sudah menjadi cita-cita bersama terhadap kehidupan yang Adil dan Makmur, ini tentunya harus didukung dengan upaya yang kongkrit sebagai kabupaten yang memiliki potensi sumber alam yang melimpah ruah, dalam mengisi hak kemerdekaannya pada era otonomi daerah.
Hak-hak keotonomian yang tentunya menjadi setiap bagian rakyat pandeglang dalam mengisi kehidupan yang layak, pendidikan, kesehatan, namun pada kenyataanya menjadi persoalan bersama dalam menggapai cita-ciat bersama.
Dalam era otonomi daerah yang tentunya membutuhkan pegangan, Ideologi yang konsisten terhadap, perjuangan rakyat, sebagaimana dalam pembukaan dasar konstitusi, Goonorm, kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka oleh sebab itu penjajah merupakan musuh bersama, Common Enemy bagi setiap insan. untuk lepas dari rasa penjajahan tentunya ini semua sebagai bentuk kesadaran yang panjang oleh kita, terhadap perjalanan fakta historis sejarah pandeglang. fakta historis yang digunakan dengan kekuatan system idiologi yang konsisten untuk setiap melakukan perjuangan-perjuangan hak rakyat agar perubahan otonomi daerah terjadi.
Kini semua harus punya tanggung jawab secara kolektif kolegial sebagai institusi DPRD, yang sadar dituntut untuk berhijrah, sebagaimana Ali Syari’ati menegasikan, satu dari sekian dimensi Islam hijrah secara Psikologis merupakan usaha sadar melahirkan perubahan.
Hijrah merupakan system sikap Islam yang secara terbuka mendorong untuk terjadinya perubahan, maka ini semua merupakan yang harus dijalankan secara sadar untuk kemaslahatan umat, yang ini merupakan hakekat dari esensi lembaga politik.
Islam merupakan system dasar nilai yang harus diapresiatif, terlebih partai politik yang harus apresiatif terhadap persoalan keumatan yang saat ini diejawantahakan oleh lembaga politik yaitu Institusi DPRD, dengan sikap yang konkrit dan rill dalam realitas kehidupan sosial kemasyarakatan terlebih pada kontek kebutuhan hak-hak dasar rakyat.
System pemerintahan demokrasi yang didukung dengan partai politik, merupakan kekuatan politik dan system pemerintahan yang seimbang, ekulibrium, dimana partai politik merupakan refresentatif perjuangan rakyat dalam upaya memperjuangkan hak-hak kemerdekaannya lewat lembaga politik yaitu Institusi DPRD. oleh karenanya sikap dukungannya rakyat menjadi bagian dari pilar demokrasi pada era otonomi daerah ini, harus benar-benar diapresiatif.

Agitasi HMI Cabang

SEBUAH KATA DALAM PERJUANGAN
Sudah tidak bisa kita pungkiri lagi bahwasanya keadaan pandeglang hari ini jauh dari apa yang kita inginkan, rakyat semakin ditindas oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab kepada rmasyarakat pandeglang. Produk kebikan yang dikeluarkan ini tidak pernah bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat hidup masyarakat pandeglang,akhirnya rakyat pun semakin tidak berdaya.
Kasus-kasus yang terjadi di pandeglang ini adalah suatu bukti bahwasannya pemimpin pandeglang hari ini tidak mampu membawa pandeglang kearah yang lebih baik,apakah ini yang disebut sebagai keadilan bagi masyarakat pandeglang?Pandeglang hari ini menangis,pandeglang hari ini diujung kehancuran. Sepertinya kita tidak bisa mengelak lagi dari keadaan hari ini yang semakin buruk, artinya butuh perjuangan dari kaum-kaum intelektual melalui pembelajaran kepada seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Marauke sehingga ketika mereka mengetahui tentang keadaan bangsanya seperti apa mereka pun akan mampu ikut serta dalam perjuangan merebut kembali “hak-hak rakyat”.Satu kata dalam perjuangan rebut kembali hak-hak rakyat atau kita mati sebagai pecundang……
Salam perjuangan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat ……
Majulah mahasiswa,jangan mundur dari garis perjuangan walaupun hanya satu jengkal….
Wujudkan keadilan bagi masyarakat pandeglang…


POLITISI SPANDUK
Tulisan ini di latar belakangi maraknya foto dan gambar para politisi di pinggir-pinggir jalan melalui media pamflet atau spanduk sebagai upaya memasarkan diri para politisi menjelang pesta demokrasi baik pilkada ataupun pemilu.
Nampaknya media promosi menjadi sangat penting sebagai salah satu upaya menarik simpati masyarakat atau pemilih dalam sebuah perhelatan demokrasi, para politisi juga menganggap bahwa media ini menjadi salah satu ramuan yang ampuh untuk dapat menghantarkan kepentingannya.
Pasca orde baru dan lahirnya reformasi menjadi titik tonggak perubahan iklim demokrasi di Indonesia, regulasi-regulasi mengenai keterlibatan public dalam menenentukan Negara terus di upayakan. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pun menjadi salah satu agenda utama agar demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat dapat terwujud. Pemilihan presiden secara langsung, pilkada langsung menjadi wujud tercapainya demokratisasi di negeri ini.
Cita-cita reformasi dan konsep demokrasi berupaya melahirkan para pemimpin yang di inginkan rakyat serta memiliki akuntabilitas dan kredibilitas sehingga mampu membawa bangsa ini kedalam perubahan ke arah yang lebih baik. Nampaknya cita-cita itu masih akan sangat panjang terwujud jika kita melihat dagelan-dagelan para politisi kita baik di senayan ataupun di daerah-daerah. Kasus suap dan korupsi di DPR menjadi tontonan yang menggelikan dan menjadi potret buram lembaga yang terhormat.
Sistem demokrasikah yang salah? Atau moral individu yang rapuh ? atau bahkan nilai nasionalisme yang sudah hilang karena para wakil rakyat bukan memikirkan rakyat malah memalukan rakyat sebagai pemilih yang setiap perhelatan demokrasi hatinya di bujuk dan di rayu hanya untuk melenggangkan kepentingannya ?
Sudah tidak bisa kita pungkiri lagi bahwasannya sistem yang digunakan hari ini adalah sistem yang benar-benar menyengsarakan rakyatnya .Amandemen UUD 1945 yang dilakukan hari ini itu benar-benar malah memperpuruk keadaan bangsa kita hari ini.Pesta demokrasi hari ini yang dilakukan baik ditingkatan pusat hingga tingkatan daerah ini adalah salah satu bukti bahwa setiap manusia menghalalkan segala cara demi tercapainya kepuasan nafsu belaka yang dilatar belakangi oleh kekuasaan.

KRISIS MULTIDIMENSI YANG TERJADI HARI INI
Krisis multidimensi yang melanda bangsa kita kian hari kian menyengsarakan rakyat, rakyat terus di tindas oleh system yang betul-betul system ini menindas rakyat. Dibutuhkan pemikiran yang lebih ekstra dalam penyelesaian masalah ini, ketika rakyat ini tidak diposisikan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan pemerintah maka secara tidak langsung kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah ini pun akan sangat bertentangan dengan keinginan yang diharapkan oleh rakyat. Dari nilai Budaya kita bisa melihat budaya anak bangsa hari ini seperti apa? Dari nilai Aturan kita pun bisa melihat aturan yang dihasilkan oleh pemerintah seperti apa? Dari nilai Sosial kita pun bisa melihat bagaimana kesenjangan yang terjadi hari ini di bangsa kita seperti apa? Dari nilai Politik kita pun bisa melihat bagaimana strategi (politik) itu dibangun untuk mensejahtrakan rakyat seperti apa? Dari nilai Ekonomi kita pun bisa melihat seprti apa system perekonomian ini dibangun? Dan dari nilai Lingkungan pun ini bisa kita liat seperti apa dalam proses pembangunannya?
Suatu kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah yang tidak pernah menyengsarakan rakyatnya adalah ketika kebijakan yang dibuat ini berorientasi unuk tegaknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Ketika kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ini didasarkan pada landasan kepartaian ini akan sangat berakibat buruk pada masyarakat Indonesia,masyarakat akan jauh lebih tertindas lagi.
Moral dan Etika yang terbangun hari ini jauh dari apa yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa,karena moral hari ini itu sudah menjadi satu moral pengecut dan etika yang terbangun hari ini pun sudah menjadi satu etika jongos.
Ketika Etika dan Moral ini sudah krisis,ini akan menajadi indikasi terbangunnya sebuah krisis yang dikatakan dengan krisis Penegakan hukum.Hukum yang berpihak hanya pada konglomerat,ketika Etika yang dibangun ini sudah tidak sesuai dengan keadaan hukum yang dibangun pada saat etika ini hancur maka akan mengakibatkan terjadinya indikasi krisis Politik,Many politik. Yang terjadi dari mulai pembangunan atau pun strategi yang dibangun ini tidak bertujuan untuk tegaknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat,ketika Penegakan hukum yang dibangun berdsarkan dari moral yang sudah tidak standar ini akan mengakibatkan indikasi terjadinya Krisis Sosial,kesenjangan sosial yang terjadi antara si miskin dan si kaya.Ketika kesenjang sosial dan pembangunan strategi yang tidak didasarkan pada keadailan sosial dan hukum yang dibangunnya pun ini sudah terjangkit krisis,maka ini akan mengakibatkan pada sebuah krisis yang dikatakan pada krisis Ekonomi.Sumber factor-faktor produksi ini sudah tidak dimiliki lagi oleh masyarakat dan satrategi yang dibangun ini pun tidak bertujuan kepada tegaknya keadilan sosial maka ini akan mengindikasikan suatu krisis yang dikatakan krisis keadilan,factor-faktor produksi yang sudah tidak dimiliki oleh masyarakat dan terjadinya kesenjangan sosial ini akan terjadinya indikasi bahwa daerah ingin menguasai sumber daya alam.Bentuk dari otonomi daerah,ketika daerah yang ingi menguasia sumber daya alam dan terjadinya kesenjangan pembanguna ini akan mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan dalam pemerintahan. Ketika semua ini sudah terjadi maka ini akan menjadi satu terjadinya sentiment kedaerahan dan ketika sentiment kedaerahan yang terjadi ini akan menjadi factor untuk daerah minta merdeka,dan inilah indikasi terjadinya disintregasi bangsa. Dan ini pun sudah terjadi di bangsa kita yang tercinta……..
KEDAULATAN RAKYAT VS KEDAULATAN NEGARA
Sepertinya kita tidak bisa mengelak lagi dari keadaan hari ini yang semakin buruk, artinya butuh perjuangan dari kaum-kaum intelektual melalui pembelajaran kepada seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Marauke sehingga ketika mereka mengetahui tentang keadaan bangsanya seperti apa mereka pun akan mampu ikut serta dalam perjuangan merebut kembali “hak-hak rakyat”
Tapi yang sangat disayangkan hari ini betapa sedikitnya kaum intelektual yang mengetahui dasar dibangunnya pengetahuan tentang kebangsaan yang seharusnya mereka berikan kepada seluruh anak bangsa, suatu ilmu pengetahuan ini akan berkembang ketika ilmu pengetahuan ini tidak bertentangan dengan keadaan masyarakat setempat dimana tempat mereka tinggal. Artinya ilmu pengetahuan ini akan berkembang, ketika ilmu pengetahuan yang dibangun itu berasal atau dasar pembangunan ilmu pengetahuan itu dari kehidupan masyarakat sehari-hari, ketika ilmu pengetahuan yang dibangun itu tidak didasarkan dari kehidupan masyarakat setempat maka ilmu pengetahuan yang akan berkembang ini pun akan jauh dari kehidupan masyarakat. Pada akhirnya ilmu pengetahuan ini pun itu tidak akan pernah bisa mensejahtrakan rakyatnya.
Oleh karena itu, sangat pentingnya pengetahuan sejarah bagi generasi muda karena founding father pun pernah berpesan jangan lah sekali-kali melupakan sejarah, karena dari sejarah ini akan mampu menghasilakn hukum, dan hukum-hukum itu lah yang akan mengatur kehidupan manusia.
Akan tetapi hari ini hampir semua orang sudah tidak peduli akan sejarahnya,mereka hanya memperingati tanpa ada rasa penghayatan tentang apa itu sejarah, apa makna dari sejarah itu sendiri. Hal yang seperti ini sangat ironis sekali bila kita mendengarnya dari anak bangsa yang tidak tau akan sejarah bangsanya sendiri. Bentuk dari pengabdian kita terhadap bangsa dan negara ini adalah dengan ikut sertanya kita bejuang dalam usaha mengangkat harkat dan martabat hidup orang indonesia asli atau yang dikenal dalam pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kedaulatan rakyat adalah memposisikan rakyat dalam pembuatan kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah melalui dibentuknya lembaga rakyat atau yang dikenal dengan Majelis Permusyawaratan Rakayat (MPR). Ketika rakyat ini diposisikan dalam hal pembuatan kebijakan pemerintah maka kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah ini tidak akan bertentangan dengan keinginan rakyat.
Tetapi ketika kita melihat kondisi hari ini sangat jauh sekali dengan keadaan yang kita inginkan, artinya hari ini Negara sangat mendominasi dalam hal apa pun yang akan terjadi dan yang sudah terjadi.
Secara filosofi bila kita melihat Indonesia ini adalah bangsanya yang terlahir lebih dulu dan Negara dibentuk kemudian, artinya bangsa adalah sebagai fondasi yang harus betul-betul kita jaga sebagai usaha dalam mencapai suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


DEWAN JANGAN KORBANKAN RAKYAT

Sejak pandeglang ini berdiri tentunya sudah menjadi cita-cita bersama terhadap kehidupan yang Adil dan Makmur, ini tentunya harus didukung dengan upaya yang kongkrit sebagai kabupaten yang memiliki potensi sumber alam yang melimpah ruah, dalam mengisi hak kemerdekaannya pada era otonomi daerah.
Hak-hak keotonomian yang tentunya menjadi setiap bagian rakyat pandeglang dalam mengisi kehidupan yang layak, pendidikan, kesehatan, namun pada kenyataanya menjadi persoalan bersama dalam menggapai cita-ciat bersama.
Dalam era otonomi daerah yang tentunya membutuhkan pegangan, Ideologi yang konsisten terhadap, perjuangan rakyat, sebagaimana dalam pembukaan dasar konstitusi, Goonorm, kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka oleh sebab itu penjajah merupakan musuh bersama, Common Enemy bagi setiap insan. untuk lepas dari rasa penjajahan tentunya ini semua sebagai bentuk kesadaran yang panjang oleh kita, terhadap perjalanan fakta historis sejarah pandeglang. fakta historis yang digunakan dengan kekuatan system idiologi yang konsisten untuk setiap melakukan perjuangan-perjuangan hak rakyat agar perubahan otonomi daerah terjadi.
Kini semua harus punya tanggung jawab secara kolektif kolegial sebagai institusi DPRD, yang sadar dituntut untuk berhijrah, sebagaimana Ali Syari’ati menegasikan, satu dari sekian dimensi Islam hijrah secara Psikologis merupakan usaha sadar melahirkan perubahan.
Hijrah merupakan system sikap Islam yang secara terbuka mendorong untuk terjadinya perubahan, maka ini semua merupakan yang harus dijalankan secara sadar untuk kemaslahatan umat, yang ini merupakan hakekat dari esensi lembaga politik.
Islam merupakan system dasar nilai yang harus diapresiatif, terlebih partai politik yang harus apresiatif terhadap persoalan keumatan yang saat ini diejawantahakan oleh lembaga politik yaitu Institusi DPRD, dengan sikap yang konkrit dan rill dalam realitas kehidupan sosial kemasyarakatan terlebih pada kontek kebutuhan hak-hak dasar rakyat.
System pemerintahan demokrasi yang didukung dengan partai politik, merupakan kekuatan politik dan system pemerintahan yang seimbang, ekulibrium, dimana partai politik merupakan refresentatif perjuangan rakyat dalam upaya memperjuangkan hak-hak kemerdekaannya lewat lembaga politik yaitu Institusi DPRD. oleh karenanya sikap dukungannya rakyat menjadi bagian dari pilar demokrasi pada era otonomi daerah ini, harus benar-benar diapresiatif.